Pada masa awal penghujan atau musim panca roba, setiap tahun kita biasanya mendapat lonjakan kasus infeksi dengue. Manifestasi infeksi dengue bisa berupa demam dengue atau demam berdarah dengue (DBD). Dengan penanganan yang tepat, mortalitas pada penyakit ini cukup rendah. Namun, apabila terjadi lonjakan kasus dapat terjadi kenaikan mortalitas dan angka kematian. Dalam kesempatan kali ini akan dipaparkan penyebab, patogenesis, sampai penanganan kasus infeksi dengue.
Daftar Isi
Epidemiologi Infeksi Dengue
Virus dengue atau DENV adalah virus yang masuk famili Flaviviridae, genus Flavivirus. Virus ini disebarkan oleh nyamuk Aedes, terutama Aedes aegypti. Virus ini terbagi ke dalam empat serotipe yaitu DENV-1, DENV-2, DENV-3, dan DENV-4. Infeksi DENV terjadi hampir di seluruh kawasan tropis dan subtropis di dunia. Sebarannya mengikuti wilayah yang cocok untuk habitat nyamuk Aedes aegypti. Adapun vektor lain yang juga penting dalam penyebaran DENV adalah Aedes (Stegomyia) albopictus.
Saat ini hampir setiap tahun tercatat muncul epidemik Dengue secara reguler. Epidemi Dengue pertama kali tercatat tahun 1635 di Hindia Barat walaupun dalam catatan sejarah diduga epidemi Dengue telah ada sejak tahun 992 di Tiongkok.
Dikarenakan mobilisasi manusia yang tinggi serta ditenggarai dengan adanya pengaruh perubahan iklim, banyak pola penyakit menjadi berubah termasuk dengue. Beberapa tempat yang dilaporkan ada wabah Dengue misalnya di Bhutan, Nepal, dan Australia.
Peranan Sistem Imun pada Infeksi Dengue
Tropisme DENV terhadap sel dan jaringan tertentu memberikan dampak terhadap gambaran klinis infeksi DENV. Dari data in vitro dan autopsi diperoleh kira-kira tiga sistem organ yang memegang peranan penting dalam patogenesis infeks DENV. Ketiga sistem organ tersebut adalah hati, sel endotel, dan sistem imun.Tropisme DENV terhadap sel dan jaringan tertentu memberikan dampak terhadap gambaran klinis infeksi DENV. Dari data in vitro dan autopsi diperoleh kira-kira tiga sistem organ yang memegang peranan penting dalam patogenesis infeks DENV. Ketiga sistem organ tersebut adalah hati, sel endotel, dan sistem imun.
Saat nyamuk menggigit, maka virus akan masuk dan pertama kali menginfeksi sel Langerhans imatur dan keratinosit. Sel yang terinfeksi akan bermigrasi ke lymph node, dimana merupakan tempat rekruitmen dari monosit dan makrofarg. Kedua sel tersebut adalah target infeksi selanjutnya dari DENV. Akibatnya, virus beramplifikasi dan menyebar lewat sistem saluran getah bening.
Akibat dari viremia primer ini, terjadi infeksi terhadap sel galur mononuklear seperti monosit, sel dendritik, makrofag hati, dan makrofag limpa. Leukosit juga tampaknya terinfeksi oleh DENV walaupun buktinya hanya pada binatang eksperimental saja.
Patut dicatat bahwa apabila terjadi infeksi sekunder oleh DENV berbeda serotip, terjadi produksi besar-besaran dari IgG spesifik. Namun, karena berbeda serotip, IgG yang diproduksi tidak dapat meneetralisir virus. Sebaliknya, virus yang ditempeli oleh IgG akan lebih mudah memasuki sel mononuklear sehingga propagasi infeksi menjadi lebih cepat. Oleh sebab itu, tampilan klinis pada infeksi sekunder umumnya lebih parah.
Ketika sel mononuklear terinfeksi DENV, maka sel akan mati atau apoptosis. Adapun sel lain yang di sekitarnya akan menghasilkan banyak mediator inflamasi yang menyebabkan muncul gejala demam dan radang sistemik pada penderita. Oleh sebab itu, keparahan klinis sangat dipengaruhi besarnya mediator inflamasi yang dilepaskan sekaligus menggambarkan besaran viremia yang terjadi.
Patologi Organ pada Infeksi Dengue
Sebetulnya penelitian histopatologi sulit dilakukan karena sedikitnya dilakukan otopsi pada kasus yang fatal. Jadi patut diperhatikan bahwa observasi yang ada terbatas dan belum tentu dapat digeneralisasi. Pada observasi, didapatkan bahwa virus banyak terdapat di kulit, hati, limpa, KGB, ginjal, sumsum tulang, paru, thimus, dan otak. Terkadang keberadaan virus tidak merepresentasikan kerusakan organ di dalamnya.
Hati adalah organ yang paling banyak ditemukan terlibat dalam infeksi DENV dan sering berkaitan dengan peningkatan enzim transaminase dan gangguan hemostasis. Kasus hepatitis akibat DENV telah dilaporkan dan memeprlihatkan nekrosis hepar midzonal, steatosis mikrovesikuler, dan councilman bodies.
Pada kasus hepatitis akibat DENV ini, ditemukan tanda inflamasi yang minimal. Hal ini dijelaskan oleh gambaran apoptosis yang lebih dominan daripada tanda nekrosis pada biopsi. Tanda ini mengindikasi bahwa kematian hepatosit disebabkan oleh efek langsung dari virus dibandingkan karena kerusakan inflamasi. Untungnya, kerusakan hati yang berat pada infeksi DENV cukup jarang ditemukan.
Peranan Sel Endotel pada Infeksi Dengue
Sel endotel berperan penting dalam proses gangguan koagulasi pada inflamasi sistemik berat. Integritas dari fungsi sel endotel diregulasi berbagai faktor. DENV menginfeksi terutama sel endotel mikrovaskuler di dekat papilae dermal. Tetapi, pada observasi, ditemukan pula infeksi DENV di sel endotel lain sepeperti paru. Dikarenakan sel endotel tidak mempiliki reseptor Fc untuk antibodi, maka infeksi DENV di sel endotel lebih diperantarai oleh pinositosis. Pada infeksi DENV ini, kerusakan pada endotel lebih ke arah gangguan fungsi dari pada gangguan morfologi (nekrosis).
Gangguan sel endotel ini menjadi faktor penting dalam manifestasi klinis infeksi DENV terutama pada kondisi demam berdarah dan dengue shock syndrome (DSS). Gangguan fungsi endotel menyebabkan permeabilitas pembuluh darah meningkat sehingga terjadi plasma leakage atau kebocoran plasma. Walapun DENV dapat menginfeksi sel endotel di tempat mana saja, namun struktur utama virus yaitu NS-1 mengikat terutama sel endotel di paru dan hati dan mungkin menjelaskan kenapa pada klinis banyak ditemukan efusi pleura dan heaptomegali.
Aktivasi Sistem Komplemen pada Infeksi Dengue
Komplemen adalah komponen pertahanan non spesifik atau innate immunity humoral yang utama pada tubuh manusia. Komplemen juga beinteraksi kuat dengan sistem hemostasis. Sistem innate immunity ini gunanya agar pertahanan tubuh dapat memeprtahankan diri sebelum reaksi imun spesifik berkembang.
Pada infeksi DENV, pada saat kebocoran plasma menjadi jelas, ditemukan bahwa aktivasi komponen komplemen yaitu C3a dan C5a maningkat secara tajam. Jika viremia begitu hebat, fase ini diikuti akselerasi konsumsi faktor komplemen yang terdeteksi dengan rendahnya kadar komplemen dalam darah. Dalam keadaan ini, biasanya klinis pasien berupa DSS.
Aktivasi komplemen pada infeksi DENV dimulai dari komponen NS1. NS1 mengaktivasi komplemen dengan cara langsung atau terlebih dahulu berikatan edngan antibodi heterotipik. Setelah terjadi kaskade aktivasi komplemen, maka rangkaian kompleks C5b-C9 merangsang sel retikuloendotel untuk memproduksi sitokin. Produksi sitokin yang besar ini bertanggung jawab dalam terjadinya klinis DHF/DSS. Koagulasi juga dapat ditriger oleh komplemen sehingga tidak heran terjadi gangguan perdarahan atau koagulasi pada infeksi DENV.
Adapun jenis IgG yang predominan terlibat dalam aktivasi komplemen pada infeksi DENV adalah IgG1 dan IgG3. Semua jenis IgG dapat mengaktivasi komplemen tetapi IgG2 dan IgG4 tidak terlalu efektif dalam aktivasi komplemen. Selain terdapat perbedaan pada IgG3. IgG3 dapat mengakitvasi komplemen ketika antigen hanya mengikat satu molekul IgG. Sedangkan kelompok IgG lain memerlukan paling tidak dua ikatan dengan molekul IgG untuk dapat mengaktivasi komplemen.
Peranan Faktor Genetik pada Infeksi DENV
Perbedaan tingkat keparahan infeksi DENV yang membedakan antara demam dengue dan demam berdarah dengue (DBD) juga dipengaruhi faktor genetik dari individu. Beberapa tipe alel HLA kelas I dan II yang berhubungan dengan terjadinya klinis infeksi DBD adalah sebagai berikut:
- Polimorfisme reseptor vitamin D
- Polimorfisme FcγRIIa
- G6PD
- MBL2
- TGF-β
- Polimorfisme TNF-α308A
- CTLA-4
- Transporter yang berhubungan dengan presentasi antigen dan human platelet antigen
- Polimorfisme DC-SIGN
- Alel HLA kelas I A*01, A*0207, A*24, B*07, B*46, B*51
- Alel HLA kelas II DQ*1, DR*1, DR*4
Pengaruh faktor genetik di atas misalnya pada G6PD, mendorong replikasi virus yang lebihc cepat dibandingkan individu tanpa G6PD. Contoh lain pada polimorfisme mannose-binding-lectin 2 (MBP-2) lebih menunjukan trombositopenia yang lebih berat dan kemungkinan besar menjadi DHF.
Sitokin yang Terlibat dalam Infeksi DENV
Tidak diragukan lagi bahwa sitokin proinflamasi sangat terlibat dalam pembentukan gejala dari infeksi DENV. Berikut ini adalah fungsi dari beberapa sitokin tersebut dab faktor plasma lainnya pada infeksi DENV:
- Thrombin
- Terlibat di dekat tempat dimana faktor ini diproduksi
- Fungsinya merubah fibrinogen menjadi fibrin dan aktivasi platelet sehingga menyebabkan agregaasi
- Mengaktifkan sel endotel dan meningkatkan permeabilitas endotel menyebabkan kebocoran plasma dan edema
- Faktor kemotaktis untuk monosit dan merupakan faktor mitogenik untuk limfosit dan sel mesenkimal
- Platelet yang teraktivasi akan melepaskan faktor pro inflamasi, antimikrobial, dan memodulasi aktivitas imun seperti MMP-9 yang meningkatkan permeabilitas endotel
- Platelet teraktivasi juga mengeluarkan ligan CD40 yang menyebabkan sel endotel mengeluarkan ROS, molekul adesi, dan kemokin
- Thrombin juga menghambat produksi IL-12 oleh sel mononuklear
- C3a dan C5a
- C3a mengaktivasi, meningkatkan aktivasi dan adesi dari patelet
- C5a meningkatkan regulasi TF dan PAI-1 serta menstimulai monosit untuk produksi IL-1, IL-6, IL-8, dan TNF-α
- C4b, berikatan dengan protein S dan menghambat aktivitas antikoagulan dari kompleks protein C dan protein S yang teraktivaso
- IL-1
- IL-1β adalah mediator utama pada aktivasi platelet oleh sel endotel, meningkatkan pelepasan kemokin dan meningkatkan ekspresi VCAM-1. VCAM-1 akan menyebabkan monosit menempel pada endotel.
- IL-1 meningkatkan ekspresi TF pada endotel dan mensupresi aktivitas antikoagulan dari endotel
- Tergantung konsenterasi, IL-1 dapat meningkatkan produksi TNF-α atau menurunkan ekspresi reseptor TNF-α
- IL-1 juga berperan pada demam dan dapat menstimulus hipotalamus yang kemudian membuat hipofisis memproduksi anti inflamasi seperti endorfin, melanocyte-stimulating hormone, dan adrenocorticotropic hormone
- IL-6
- Potensiasi kaskade koagulasi
- Menurunkan produksi dan reseptor TNF-α
- Induksi demam
- IL-8
- Kemokin yang banyak diproduksi monosit, endotel, dan hepatosit. Kerusakan endotel di hati meningkatkan produksi IL-8
- Aktivasi sistem koagulasi meningkatkan ekspresi IL-6 dan IL-8 oleh monosit sedangkan kaskade antikoagulasi menurunkan ekspresi sitokin tersebut
- IL-10
- Sitokin ini diproduksi oleh monosit dan limfosit T helper regulator yang dapat menyebabkan peluruhan dari platelet.
- Thrombin meningkatkan produksi IL-10
- Menurunkan respon inflamasi dan meningkatkan survival dari provirus
- IL-10 menghambat perkembangan sel T efektor, ekspresi dari tissue factor (TF) dan fibrinolisis
- TNF-α
- Aktivator kuat endotel dan meningkatkan permeabilitas kapiler
- Meningkatkan ekspresi TF di monosit dan endotel, menurunkan ekspresi thrombomodulin.
- Mengaktivasi sistem fibrinolisis, meningkatkan NO, dan kematian dari sel T
- TGF-β
- Dapat sebagai proinflamasi atau anti inflamasi, tergantung konsentrasi
- Fase awal infeksi, konsentrasi rendah menyebabkan sekresi IL-1 dan TNF-α
- Fase lanjut infeksi, menghambat respon Th1 dan meningkatkan produksi sitokin Th2 seperti IL-10
- Meningkatkan ekspresi TF pada EC dan meningkatkan ekspresi serta pelepasan PAI-1
- NO
- Memiliki banyak sisi pada reaksi inflamasi
- Meningkatkan vassodilatasi dan pembentukan edema
- Meningkatkan regulasi TNF-α
- Konsenterasi rendah melindungi sel dari apoptosis namun pada konsentrasi tinggi menginduksi apoptosis
- Menurunkan ekspresi dari MHC kelas II dan mensupresi ekspansi sel Th1
- Konsentrasi basal NO diperlukan untuk memelihara sawar endotel
- Rendahnya kadar NO maupun tingginya NO mendestabilisasi junction dari endotel.
- VEGF
- Kunci pendorong permeabilitas vaskuler
- Mengurangi okludin di endotel, claudin, dan VE-cadherin, yang merupakan komponen dari junction endotel
- Saat aktivasi, VEGF menstimulasi ekspresi dari ICAM-1, VCAM-1, dan E-selectin di endotel
Mekanisme Patogenesis Infeksi DENV
Secara garis besar, DENV mempengaruhi sistem imunitas dengan pelepasan berbagai macam sitokin proinflamasi dan di sisi lain merangsang sitokin anti-inflamasi yang menguntungkan dirinya. Salah satu akibat dari respon inflamasi sistemik ini adalah trombositopenia. Trombosit menurun akibat destruksi dan pemendekan trombosit peningkatan aktivasi di pembuluh darah serta terjadi depresi di sumsung tulang. Untuk rangkuman proses tersebut dapat disimak di bagan di bawah ini:
Manifestasi Klinis Infeksi Dengue
Manifestasi klinis dari infeksi dengue dapat bermacam-macam mulai dari tak bergejala, gejala tak spesik mirip gejala flu atau disebut demam dengue (DD), gejala lebih berat berupa demam berdarah dengue (DBD), dan spektrum paling berat yaitu DBD dengan sindroma syok dengue (SSD). Pada umumnya, terjadi fase demem 2-7 hari yang kemudian diikuti fase kritis 2-3 hari. Pada fase ini, pasien tidak demam namun dapat muncul syock apabila tidak mendapat terapi yang cukup.
Beberapa faktor risiko untuk mengalami infeksi dengue berat atau DBD adalah usia muda, perempuan, indeks massa tubuh yang tinggi, strain virus, varian gen berupa MHC kelas I yang berkaitan dengan sekuens B dan epsilon 1 fosfolipase C. Infeksi sekunder juga dikenal sebagai faktor risiko akan terjadinya infeksi dengue berat. Selain itu, jika terdapat gejala spesik organ yang tidak spesifik pada infeksi dengue, manifestasi klinis ini dapat masuk ke dalam golongan expanded dengue syndrome sebagaimana dapat dilihat pada gambar di bawah ini.
Diagnosis dan Derajat Klinis Infeksi DENV
Klinis dengue secara besar terbagi atas demam dengue dan demam berdarah dengue. Berikut paparannya:
- Demam dengue (DD), probable dengue. Terjadi demam akut 2-7 hari yang ditandai dua atau lebih manifestasi klinis berikut:
- Nyeri kepala
- Nyeri retro-orbita
- Mialgia
- Athralgia
- Ruam di kulit
- Manifestasi perdarahan (petekie atau uji bendung positif)
- Leukopenia <5000 /μL
- Trombosit <150.000 /μL
- Kenaikan hematokrit 5-10%
- Demam berdarah dengue (DBD), ditegakan apabila kriteria di bawah ini terpenuhi:
- Demam atau riwayat demam antara 2-7 hari, biasanya bifasik
- Terdapat satu dari manifestasi perdarahan berikut
- Uji bendung psoitif
- Petekie, ekimosis, atau purpura
- Perdarahan mukosa (paling sering epistaksis atau perdarahan gusi), atau perdarahan tempat lain
- Hematemesis dan/atau melena
- Trombositopenia <100.000 /μL
- Minimal satu dari tanda plasma leakage:
- Peningkatan hematokrit >20% sesuai usia dan jenis kelamin
- Penurunan hematokrit >20% setelah mendapat terapi cairan dibandingkan sebelumnya
- Efusi pleura, asites, atau hipoproteinemia
DBD sendiri dibedakan derajatnya menjadi demam berdarah dengue derajat I sampai dengan IV, sesuai bagan dan tabel di bawah ini:
Derajat DBD | Gejala | Laboratorium | Serologi Dengue |
---|---|---|---|
I | Gejala DD dan uji bendung positif | Trombositopenia dan bukti kebocoran plasma | Positif |
II | Gejala DBD I ditambah perdarahan spontan | Trombositopenia dan bukti kebocoran plasma | Positif |
III | Gejala DBD II ditambah kegagalan sirkulasi (kulit dingin, lembab, gelisah) | Trombositopenia dan bukti kebocoran plasma | Positif |
IV | Syok berat ditandai tekanan darah dan nadi tak terukur | Trombositopenia dan bukti kebocoran plasma | Positif |
Metode Diagnosis Infeksi Dengue
Pemeriksaan serologi dapat membantu dalam membuktikan adanya infeksi DENV. Dalam kecurigaan kasus DD atau demam berdarah dengue, diperlukan tambahan pemeriksaan untuk membantu diagnosis. Adapun untuk waktu optimal pemeriksaan tersebut dapat melihat bagan di bawah ini.
Pemeriksaan baku emas untuk pembuktian pasti infeksi dengue yaitu dengan isolasi virus. Virus dapat dideteksi dengan biakan atau deteksi RNA virus dalam sampel melalui teknik RT-PCR. Namun, kedua teknik ini rumit dan khususnya biakan virus memerlukan waktu yang lama. Oleh sebab itu, tes serologis digabungkan dengan kecocokan manifestasi klinis menjadi cara yang dipakai dalam diagnosis infeksi DENV sehari-hari.
Saat ini telah tersedia dengue rapid test yang bisa mendeteksi NS1. Hal ini dapat membantu diagnosis terutama apabila demam terjadi kurang dari 5 hari. Adapun deteksi rapid test untuk deteksi antibodi, IgG dan IgM anti dengue bermanfaat untuk dipakai setelah 5-7 hari demam. Untuk lebih jelasnya, dpat dilihat di gambar atau bagan di atas.
Tatalaksana Kasus Infeksi Dengue
Pada dasarnya tidak ada spesifik untuk infeksi DENV. Terapi yang dilakukan bersifat suportif yang terdiri dari pemeliharaan status volume cairan. Untuk penerapan terapi suportif cairan tersebut, terlebih dahulu pasien dibagi berdasarkan kelompok klinis infeksi DENV atau derajat DBD.
Protokol 1 Penanganan Kasus Tersangka Infeksi Dengue Tanpa Syok
Protokol 1 ini adalah untuk pasien tersangka infeksi dengue yang tanpa syok atau renjatan. Pasien masih bisa rawat jalan namun harus dengan pemeriksaan observasi yang ditetapkan seperti bagan di bawah ini:
Protokol 2 Penanganan Kasus DBD dalam Perawatan
Protokol 2 diperuntukan untuk pasien dewasa infeksi dengue yang dirawat di rumah sakit. Untuk pemberian terapi suportif cairan mengikuti bagan yang tertera di bawah ini:
Protokol 3 Penanganan Kasus Dengue dengan Peningkatan Hematokrit ≥20%
Skema terapi ini apabila pada evaluasi pasien DBD ditemukan peningkatan hematokrit ≥20%. Pada DBD dengan kondisi ini terjadi defisit cairan signifikan dan terdapat risiko yang cukup tinggi untuk pasien untuk jatuh ke kondisi kritis. Adapun skema pemberian cairannya seperti bagan di bawah ini:
Protokol 4 Kasus DBD dengan Perdarahan
Apabila pada kasus DBD ada perdarahan yang signifikan, maka dimasukan ke dalam protokol 4. Harus diwaspadai adanya diseminated intravascular coagulation (DIC) yang membutuhkan tambahan berupa pemberian heparin. Pemberian heparin ini harus dilakukan secara hati-hati dengan pemantauan hemostasis yang berkala.
Protokol 5 Kasus DBD dengan DSS
Protokol ini dijalankan dalam kondisi pasien DBD yang mengalami syok atau renjatan. Pada kondisi ini sebaiknya pasien dirawat di ruangan intensif dengan pemasangan kateter vena sentral. Untuk skema terapinya dapat dilihat pada gambar di bawah ini:
Prognosis
Apabila ditangani dengan baik, maka angka mortalitas demem dengue dan demam berdarah dengue cukup rendah. Faktor risiko kasus fatal biasanya usia anak-anak atau lansia, serta kegemukan. Faktor lain adalah keengganan penderita untuk dirawat serta ketidaktahuan akan gejala infeksi DENV. Pada fase kritis, dimana demam menurun, biasanya kewaspadaan menurun dan sering waktu pasien jatuh ke dalam kondisi DSS.
Pencegahan
Pencegahan utama infeksi dengue adalah dengan memutus rantai penyebaran khususnya dengan pemberantasan jentik dan sarang nyamuk. Adapun cara lain adalah dengan vaksinasi. Saat ini sudah ada vaksin terhadap DENV yang sudah memasuki tahap fase 3 uji klinis. Untuk saat ini temuan dari uji klinis tersebut:
- Efikasi vaksinasi dalam jangka waktu 25 bulan setelah dosis pertama dari 3 dosis vaksinasi untuk usia 9-16 tahun adalah 65,6%, mengurangi keparahan dengue 93% dan perawatan 82%
- Peningkatan perawatan rumah sakit tampak pada kelompok usia 2-5 tahun setelah follow up 3 tahun
- Peningkatan risiko tidak tampak pada kelompok usia 9 tahun ke atas
Oleh sebab itu, rekomendasi untuk vaksin dengue CYD-TDV (Dengvaxia®) untuk kelompok usia ≥9 tahun terutama pada kelompok dengan seropositif terhadap DENV.
Kesimpulan
Saat ini epidemi infeksi DENV telah mendunia. Di negara kita, wabah baik kasus demam dengue atau demam berdarah dengue hampir terjadi setiap tahun dengan epidemi sering terjadi secara reguler. Perlu dilakukan pengingatan untuk tetap waspada. Upaya pencegahan termasuk vaksin telah diupayakan namun sampai saat ini belum ada vaksin yang dapat dipergunakan secara universal untuk memutus rantai infeksi virus ini.
Sumber
- Castro MC, Wilson ME, Bloom DE. Disease and economic burdens of dengue. Lancet Infect Dis. 2017;17(3):e70–8.
- Marchi R, Nagaswami C, Weisel JW. Fibrin formation and lysis studies in dengue virus infection. Blood Coagul Fibrinolysis. 2009 Oct;20(7):575–82.
- Martina BEE, Koraka P, Osterhaus ADME. Dengue virus pathogenesis: an integrated view. Clin Microbiol Rev. 2009 Oct;22(4):564–81.
- Paes M V, Pinhão AT, Barreto DF, Costa SM, Oliveira MP, Nogueira AC, et al. Liver injury and viremia in mice infected with dengue-2 virus. Virology. 2005 Aug 1;338(2):236–46.
- Simmons CP, Farrar JJ, Nguyen van VC, Wills B. Dengue. N Engl J Med. 2012 Apr 12;366(15):1423–32.
- Srikiatkhachorn A, Mathew A, Rothman AL. Immune-mediated cytokine storm and its role in severe dengue. Semin Immunopathol. 2017 Jul 11;39(5):563–74.
- Suhendro, Nainggolan L, Chen K, Pohan HT. Demam berdarah dengue. In: Buku ajar ilmu penyakit dalam. 6th ed. Jakarta: Interna Publishing; 2014. p. 539–48.
- World Health Orzanization. Prevention and control of Dengue and Dengue haemorrhagic fever. Geneva: SEARO; 2011.
Seorang dokter, saat ini sedang menjalani pendidikan dokter spesialis penyakit dalam FKUI. Peminat berbagai topik sejarah dan astronomi.