Site icon Caiherang

Sirosis Hati, Diagnosis dan Tatalaksana

Sirosis hati adalah tahap terburuk untuk kerusakan hati. Pada posisi ini bentuk hati mengkerut dan mengecil serta fungsi hati menjadi menurun. Sayangnya masih banyak ditemukan dalam keseharian penderita penyakit hati datang sudah dalam keadaan sirosis hati. Lebih buruk lagi, ada yang datang sudah dalam kondisi sirosis dekompensata atau lebih malang lagi dengan kanker hati.

Secara patologi, sirosis dicirikan suatu proses difus di hati yang memperlihatkan fibrosis dan struktur nodul abnormal yang merupakan perubahan akhir dari berbagai jenis penyakit hati yang kronis. Perlu diingat bahwa penyakit sirosis bukan merupakan single disease entity karena dapata disebabkan oleh berbagai keadaan penyakit hati.

Etiologi/Penyebab Sirosis Hati

  • Alkoholisme
  • Sirosis kardiak
  • Hepatitis viral kronis
  • Hepatitis autoimun
  • Steatohepatitis non alkoholik (NAFLD)
  • Sirosis bilier
    • Primary biliary cirrhosis
    • Primary sclerosing cholangitis
    • Kolangiopati autoimun
    • Atresia bilier
  • Obat dan toksin
  • Penyakit metabolik hati yang diturunkan
    • Hemokromatosis
    • Penyakit Wilson
    • Defisiensi α1-antitripsin
    • Cystic fibrosis
    • Glycogen storage disease
    • Abetalipoproteinemia
    • Porphyria
  • Obstruksi aliran vena hepatika
    • Sindrom Budd-Chiari
    • Penyakit veno-oklusif
    • Gagal jantung kanan
  • Bypas intestinal
  • Sirosis kriptogenik

Patogensis Sirosis Hati

Untuk lebih lengkap mengenai topik ini dapat dilihat pada artikel: Patogenesis Terjadinya Sirosis Hati

Manifestasi Klinis Sirosis Hati

Sirosis hati memberikan gambaran klinis terutama akibat gangguan metabolik dan hipertensi portal. Agar dapat melakukan penegakan diagnosis sirosis maka harus mengenali manifestasi klinis ini baik dari anamnesis, pemeriksaan fisis maupun pemeriksaan penunjang.

Temuan pada Anamnesis

Untuk mendiagnosis sirosis lanjut, dari anamnesis sudah dapat ditegakan kondisi sirosis. Namun pada kondisi awal, sirosis seringkali tidak memberikan gejala sampai munculnya komplikasi. Banyak pasien yang tidak menyadari bahwa dirinya mengalami sirosis. Terkadang pasien terdiagnosis sirosis karena temuan tidak sengaja misalnya saat pemeriksaan USG. Oleh sebab itu, banyak pasien yang datang saat sudah terjadi sirosis dekompensata misalnya adanya perdarahan saluran cerna, asites, dan ensefalopati.

Temuan pada Pemeriksaan Fisis

Temuan pada Pemeriksaan Penunjang

Penegakan Diagnosis Sirosis Hati

Langkah penting dalam diagnosis sirosis hati adalah dengan mencoba mengenali kondisi penyebab sirosis hati, karakteristik pasien, dan temuan pada pemeriksaan fisis. Misalnya pasien datang dengan kondisi kuning. Tentu kita harus menggali adakah penyakit hati kronis seperti hepatitis viral menyebabkan kondisi tersebut. Selain itu, kita juga melihat usia, jenis kelamin, serta faktor komorbid yang dimiliki pasien sampai akhirnya pada pemeriksaan fisis adakah dijumpai stigmata dari sirosis.

Untuk diagnostik pasti sebenarnya dilakukan dengan biopsi hati. Biopsi merupakan pemeriksaan baku emas namun bersifat invasif, memiliki keterbatasan terutama sampling error dan variabilitas pemeriksa. Maksudnya bisa saja bahan yang diperoleh dari biopsi tidak representatif karena tidak mendapatkan jaringan hati. Selain itu, interpretasi ahli patolog bisa memberikan perbedaan kesimpulan pemeriksaan suatu spesimen.

Untungnya, dalam menegakan diagnosis sirosis sering kali tidak diperlukan bantuan biopsi. Dengan melakukan analisis terhadap data anamesis, pemeriksaan fisis, dan pemeriksaan penunjang, kita dapat melakukan penegakan diagnosis sirosis hati. Pada gambar di bawah ini memperlihatkan proses ditegakannya diagnosis sirosis hati:

Alur penegakan diagnosis sirosis hati. ALT alanine aminotransferase, Apo apolipoprotein, APRI aspartate aminotransferase to platelet ratio index, AST aspartate aminotransferase, FIB4 fibrosis 4, HCV hepatitis C virus, Riw riwayat

Dari bagan di atas, tampak bahwa kelompok populasi berisiko kemudian diikuti dengan temuan dari pemeriksaan fisis. Apabila ada pemeriksaan fisis yang mengarah ke sirosis, kemudian harus dibuktikan adanya sirosis berupa fibrosis grade F4. Caranya dapat dengan pemeriksaan laboratorium misalkan Hepatoscore, APRI, FibroTes, FIB4, Fibroindex, dll. Dapat pula penilaian fibrosis dengan imaging atau pencitraan seperti USG, CT-scan, MRI, elastography, atau dengan biopsi hati.

Dijelaskan di atas bahwa untuk menilai fibrosis bisa dengan cara elastography. Elastografi (fibroscan) adalah metode non invasif selain biopsi untuk menilai derajat fibrosis hati. Caranya adalah menilai elastisitas hati dengan mengirimkan gelombang kejut melalui probe yang ditempelkan di perut. Dengan demikian, kita dapat melakukan penegakan diagnosis sirosis hati tanpa melakukan biopsi dengan memanfaatkan teknik pencitraan dan elastografi tersebut.

Untuk mempelajari bagaimana hasil gambaran pemeriksaan pencitraan pada sirosis hati, dapat disimak di artikel pada tautan ini. Adapun penjelasan mengenai diagnosis sirosis juga dapat disimak pada video berikut:

Penilaian Grading atau Derajat Sirosis Hati

Dalam tatalaksana sirosis hati, penting dilakukan penilaian derajat atau grading dari sirosis ini. Salah satu faktor kepentingan tersebut adalah menentukan prognosis.

Penilaian derajat sirosis hati dapat dilakukan melalui staging histopatologi, metode non-invasif, dan secara klinis. Grading histopatologi memerlukan adanya sediaan biopsi hati. Adapun secara klinis, dilakukan dengan menilai parameter klinis berupa keluhan serta pemeriksaan laboratorium sedangkan dengan cara non invasif adalah dengan menilai fibrosis dengan elastografi.

Berbagai macam sistem dikembangkan untuk menilai derajat fibrosis dari jaringan hati. Yang paling banyak digunakan adalah METAVIR (F0, F1, F2, F3, F4) dan Ishak (F0, F1, F2, F3, F4, F5, F6). Pada sistem METAVIR, disebut sirosis apabila sudah F4. Penilaian tersebut berdasarkan dari hasil biopsi.

Terdapat cara lain untuk menilai derajat fibrosis. Di Indonesia, yang paling banyak digunakan adalah transient elastography atau Fibroscan. Cara lain adalah dengan menggunakan pemeriksaan beberapa marker atau kimiawi dari darah seperti APRI atau Hepascore.

Derajat fibrosis hati berdasarkan transient elastography (Fibroscan)

Adapun secara klinis, skor yang banyak dipakai adalah sistem skor Child-Turcotte-Pugh (CTP). Model lain adalah model of end-stage liver disease atau MELD. Untuk skor CTP adalah seperti tabel di bawah ini:

Parameter 1 poin 2 poin 3 poin
AsitesTidak ada Grade 1-2 (mudah ditangani) Grade 3-4 (atau refrakter)
Ensefalopati hepatikum Tidak ada Grade 1-2 (atau muncul bila ada presipitasi) Grade 3-4 (atau spontan)
Bilirubin (mg/dL) <2 2-3 >3
Albumin (mg/dL) >3,5 2,8-3,5 <2,8
Prothrombin time (detik > kontrol) atau INR <4 (INR<1,7) 4-6 (INR 1,7-2,3) >6 (INR>2,30)
Perhitungan skor Child-Turcotte-Pugh (CTP) untuk sirosis hati

Berdasarkan skor Child-Turcotte-Pugh (CTP) di atas, sirosis terbagi menjadi tiga yaitu

Untuk Child A, dikatan sirosis terkompensasi sedangkan Child B dan C dimasukan ke dalam sirosis dekompensata. Agar lebih mudah, kita dapat menghitung skor CTP melalui kalkulator medis di tautan ini atau langsung mengisi data di bawah ini:

Click to expand

Tatalaksana Sirosis Hati

Tatalaksana sirosis hati meliputi hal umum seperti kondisi nutrisi, kebugaran, dan kualitas hidup. Adapun tatalaksana khusus terutama untuk mengatasi berbagai jenis komplikasi yang muncul akibat sirosis. Berikut paparannya

Nutrisi pada Sirosis Hati

Nutrisi adalah faktor penting dalam tatalaksana sirosis. Hati berperan penting dalam metabolisme energi. Salah satunya adalah menjaga kadar glukosa darah dengan neoglukogenesis. Saat keadaan sirosis tentu proses ini menjadi terganggu. Efek yang paling jelas adalah ketidakmampuan penderita sirosis pada keadaan puasa atau kelaparan. Hal ini tentu akan berpengaruh pada perubahan status atau kondisi gizi dari penderita sirosis.

Selain itu, produksi berbagai macam protein juga terganggu. Salah satu protein yang penting adalah albumin. Albumin banyak berperan dalam transportasi berbagai macam zat di dalam tubuh. Penurunan kadar albumin juga mengancam kondisi metabolisme dan gizi penderita sirosis.

Masalah Malnutrisi pada Penderita Sirosis Hati

Dari paparan di atas, jelas bahwa penderita sirosis terancam kondisi malnutrisi energi maupun protein. Faktanya, dari data di Indonesia, 54-88% penderita sirosis hati mengalami malnutrisi. Semakin berat kondisi sirosis yang dialami, semakin berat pula malnutrisi yang terjadi.

Padahal, malnutrisi pada sirosis meningkatkan angka morbiditas dan mortalitas. Semakin berat malnutrisi, semakin tinggi pula kejadian ensefalopati hepatikum, infeksi, perdarahan variseal, maupun asites refrakter.

Faktor Penyebab Malnutrisi pada Penderita Sirosis Hati

Setidaknya ada dua faktor utama penyebab malnutrisi pada penderita sirosis: 1) asupan makanan yang berkurang, dan 2) metabolisme nutrien abnormal pada penderita sirosis. Untuk penurunan asupan makanan ternyata faktor yang mempengaruhinya sangat kompleks. Mulai dari penyakit sirosis itu sendiri, sampai sosial ekonomi. Beberapa faktor yang terlibat dapat dilihat pada bagan di bawah ini:

Faktor yang mempengaruhi penurunan asupan makanan penderita sirosis

Selain faktor di atas, terkadang ada persepsi yang salah mengenai pola makanan penderita sirosis. Larangan-larangan seperti pembatasan makan daging, diet rendah protein, pembatasan garam yang ketat, atau larangan makan makanan yang berpengawet sering kali malah memperburuk asupan makanan penderita sirosis.

Metabolisme Nutrien pada Sirosis dan Gagal Hati

Telah disebabkan di atas bahwa pada sirosis terdapat gangguan metabolisme energi dan protein. Lebih spesifiknya adalah sebagai berikut:

Terjadinya resistensi insulin pada penderita sirosis disebabkan oleh reduksi metabolisme non oksidatif, penurunan reseptor insulin, dan penurunan bersihan insulin di hati. Dampak klinis dan biologis yang ditimbulkan berupa hiperinsulinemia, respon abnormal terhadap beban glukosa, dan diabetes mellitus. Pada respon terhadap puasa, penderita sirosis yang berpuasa selama 24 jam setara dengan puasa 3 hari orang normal.

Untuk memahami gangguan metabolisme protein pada penderita sirosis, perhatikan bagan metabolisme protein pada hati normal berikut ini:

Metabolisme protein oleh hati yang normal

Pada penderita sirosis terjadi penurunan sintesis urea, peningkatan kadar amonia, peningkatan asam amino non esensial dan aromatik, serta penurunan sintesis protein terutama albumin dan faktor koagulasi.

Jumlah Energi dan Protein pada Penderita Sirosis

Berikut adalah panduan besaran energi dan protein pada penderita sirosis hati:

Energi
kkal/kg/hari
Protein
gram/kg/hari
Sirosis tanpa komplikasi25-351-1,2
Sirosis dengan malnutrisi35-401,5
Sirosis dengan ensefalopati grade I-II25-35Awalnya 0,5 kemudian 1-1,5
Intoleransi: BCAA 0,25
Sirosis dengan ensefalopati grade III-IV30-40BCAA 0,5-1,2

Pola makan yang dianjurkan adalah:

Late Evening Snack pada Penderita Sirosis

Beberapa ahli menyarankan agar penderita sirosis mendapatkan ekstra makanan ringan malam hari sebelum tidur sebesar 200 kkal. Makanan ini bisa berupa nasi kepal, makanan cair, atau suplementsi branched-chain amino acid (BCAA).

Efek pemberian tambahan nutrisi ini dapat menekan produksi asam lemak, memulihkan metabolisme energi, dan menjaga keseimbangan albumin dan menjaga kadar albumin. Efek ini terlihat setidaknya setelah 3 bulan. Memang pengaruhnya terhadap kesintasan masih belum jelas tetapi bisa memperbaiki kualitas hidup serta dengan efek nutrisi tersebut membantu pasien sirosis dengan asites refrakter menjalani terapi parasentesis yang berulang. Selain itu efek nutrisi yang baik juga mempertahankan kondisi jika pasien sirosis dengan kanker hati menjalani kemoembolisasi.

Pemberian Suplemen BCAA Oral

Salah satu akibat dari sirosis adalah ketidakmampuan hati memproduksi asam amino dengan rantai samping bercabang. Hal ini menyebabkan keseimbangan antara asam amino dengan rantai samping bercabang dengan asam amino aromatik menjadi terganggu. Salah satu efeknya adalah timbulnya ensefalopati heaptikum dan hipoalbumin.

Pemberian suplementasi BCAA oral jangka panjang ternyata dapat meningkatkan survival, meningkatkan kadar albumin, dan meningkatkan kualitas hidup karena mengurangi ensefalopati terutama pada pasien sirosis dekompensata. Pada pasien sirosis kompensata, pemberian granul BCAA todal meningkatkan kadar albumin darah. Selain itu, pemberian suplementasi BCAA perioperatif reseksi hati untuk HCC mengurangi morbiditas pasca operasi, menjaga kadar albumin, dan mengurangi durasi lama rawat di rumah sakit.

Pemberian suplementasi oral BCAA tidak mengurangi rekurensi terjadinya ensefalopati hepatikum namun mengurangi kejadian ensefalopati hepatikum minimal dan menambah massa otot. Suplementasi ini juga mengurangi insidensi HCC pada sirosis Child-Pugh A dan pada pasien dengan indeks massa tubuh ≥25 kg/m2. Di bawah ini adalah bagan pemberian terapi nutrisi pada pasien dengan sirosis hati:

Alur tatalaksana malnutrisi pada sirosis hati. Ket: npRQ non-protein respiratory quotient, AC arm circumference, FFA free faty acid, BCAA branched-chain amino acid

Diet Hati (DH)

Di Indonesia, dikenal dengan diet hati, yaitu pola diet yang dilakukan di rumah sakit. Terdiri dari DH I sampai DH IV. DH I biasanya diberikan pada penderita ensefalopati hepatikum berat atau pre koma sedangkan DH II dan seterusnya diberikan apabila keadaan ensefalopati mulai teratasi. Adapun perbandingan komposisinya adalah sebagai berikut:

Jenis dietKalori (kkal)Protein (gram)Lemak (gram)Karbohidrat (gram)
DH I102571247
DH II14752730278
DH III20135446349
DH IV25549164404

Pemberian Terapi Antiviral Hepatitis B pada Penderita Sirosis Hati

Hepatitis B adalah salah satu penyebab terbanyak sirosis hati di Indonesia. Selain tatalaksana sirosis sendiri, diperlukan pula pemberian terapi untuk hepatitis B pada pasien. Berikut panduan garis besarnya:

Pemberian Terapi Antiviral Hepatitis C Pada Penderita Sirosis Hati

Dengan perkembangan terbaru terapi khususnya DAA pada hepatitis C, saat ini hepatitis C kronik dapat disembuhkan. Namun, dalam kondisi sirosis keberhasilannya menjadi menuruan dan terdapat kontraindikasi pemberian interferon pada sirosis karena dapat memperburuk kerusakan hati. Hal yang perlu diperhatikan dalam terapi hepatitis C sebagai bagian dari tatalaksana sirosis hati adalah sebagai berikut:

Terapi Antifibrotik

Sampai saat ini belum ada penelitian yang menunjukan keuntungan pemberian terapi antifibrotik. Antifibrotik yang dimaksud seperti ursodeoxycholic acid (UDCA) dan glycyrrhizin. Terapi lain yang pernah dicoba seperti ACE inhibitor dan colchicine.

Terapi untuk Sirosis Hati Non Viral

Hipertensi Portal dan Perdarahan Gastrointestinal pada Sirosis Hati

Profilaksis Sekunder Varises Esofagus

TerapiAliran vena portaResistensi portalTekanan portal
Vasokonstriktor (misal beta blocker) ↓ ↓
Venodilator (misal nitrat) ↓ *
Terapi endoskopi (misal ligasi)
Terapi pirau/TIPS ↓ ↓ ↓ ↓ ↓ ↓
*Walaupun secara teori nitrat mengurangi resistensi, efek terhadap berkurangnya resistensi portal adalah dengan menurunkan MAP

Tatalaksana Asites dan SBP pada Sirosis Hati

Manajemen pertama dari asites adalah menentukan apakah asites disebabkan oleh sirosis atau keadaan lain. Untuk analisa cairan asites dilakukan dengan menghitung sel dalam cairan, diferensial selm dan menghitung protein dan albumin cairan. Biakan cairan juga penting dalam keadaan dicurigai adanya infeksi. Di bawah ini adalah algoritme diagnosis pada asites:

Alur diagnosis asites dan SBP

Dari bagan di atas, jelas bahwa SAAG (selisih albumin serum dikurangi albumin asites) penting dalam mengetahui apakah asites disebabkan oleh hipertensi portal atau bukan. SAAG ≥ 1,1 g menandakan adanya hipertensi portal.

SAAG ≥ 1,1 g menandakan hipertensi portalSAAG <1,1 g menandakan hipertensi non-portal
Sinusoidal
– Sirosis (81%), termasuk SBP
– Hepatitis akut
– Keganasan ekstensif (HCC atau metastasis)
Pos-sinusoidal
– CHF sisi kanan termasuk konstriksi dan regurgitasi trikuspid
– Sindrom Budd-Chiari, massa
Pre-sinusoidal
– Trombosis vena splenic atau portal, schistosomiasis
Peritonitis
– TB
– Ruptur organ viskus
Karsinomatosis peritoneal
Pankreatitis
Vaskulitis
Kondisi hipoalbuminemia
– Sindrom nefrotik
– Protein-losing enteropathy
Sindrom Meig
Obstruksi/infark usus
Kebocoran limfatik pascaoperasi

Selanjutnya setelah melihat SAAG, langkah lanjutan adalah melihat kadar protein total cairan asites. Kadar protein total cairan asites <2,5 g/dL menandakan asites disebabkan oleh sirosis. Sedangkan protein total cairan asites ≥2,5 g/dL menandakan asites akibat gagal jantung.

Adapun tatalaksana asites akibat hipertensi portal akibat sirosis hati adalah sebagai berikut:

Alur tatalaksana asites dan SBP pada sirosis hati

Tatalaksana Asites Refrakter

Tatalaksana Spontaneous Bacterial Peritonitis (SBP)

Hepatorenal Syndrome (HRS)

Ensefalopati Hepatikum (EH)

Trombosis Vena Porta

Pada pasien yang mengalami trombosis vena porta akut dan akan menjalani tranplantasi hati, ada tempatnya untuk diberikan terapi antikoagulan. Keuntungan dilanjutkan antikoagulan terutama pada pasien yang menunggu transplantasi hati dengan skor MELD >15 dan ekstensi trombus sampai ke vena mesenterika superior.

Splenektomi dan Embolisasi Parsial

Splenektomi terkadang dilakukan untuk mengurangi asites, hipoalbumin, EH, dan varises esofagus. Tetapi, efek yang tampak tidak selalu terjadi pada setiap tindakan dan risiko tindakan yang dihadapi cukup tinggi.

Transplantasi Hati

Walaupun transplantasi hati dapat memperbaiki kesintasan, namun indikasi tranplantasi harus dievaluasi secara hati-hati untuk setiap kasus. Dalam penelitian, efek keuntungan tranplantasi sangat terlihat terutama untuk kandidat dengan skor MELD 18-20.

Prognosis Sirosis Hati

Angka harapan hidup pasien dengan sirosis tergantung dari stadium serta kondisi dekompensasi dari hati. Kesintasan 10 tahun pasien sirosis yang tetap terkompensasi sekitar 90%. Jika sudah mengalami dekompensasi kesintasan 10 tahun kurang dari 50%. Kesintasan ini juga dipengaruhi komplikasi penyakit lainnya, seperti adanya kanker hati, dan lain sebagainya.

Perjalanan penyakit dan kesintasan pennyakit sirosis hati.

Pertanyaan-pertanyaan Seputar Sirosis Hati

Apakah itu sirosis hati?

Keadaan jaringan hati yang dicirikan dengan adanya nodul regeneratif yang dikelilingi oleh jaringan parut atau fibrosis yang disebabkan oleh respon akibat dari berbagai proses kerusakan atau penyakit hati yang menahun atau kronik

Apa penyebab dari sirosis hati?

Kerusakan atau penyakit hati yang bersifat kronis atau menahun. Banyak kondisi yang menyebabkan proses kerusakan kronik tersebut. Misalnya hepatitis B kronik, hepatitis C kronik, penyakit hepatitis autoimun, hepatitis akibat perlemakan hati (NASH), sirosis bilier, sirosis kardiak (akibat gagal jantung), sirosis kriptogenik, dll

Apa ciri khas dari gambaran sirosis hati?

Hilangnya arsitektur normal hati terutama vaskularisasi, munculnya gambaran pita fibrosis yang luas dan massif. Secara makroskopis, bentuk hati jadi penuh nodul dan ukurannya mengecil

Bagaimana cara mendiagnosis sirosis hati?

Sirosis pada fase awal sering tidak bergejala. Karenanya, pendekatannya adalah melakukan pemeriksaan terhadap kelompok berisiko misalkan penderita hepatitis kronis. Setelah itu dicari di pemeriksaan fisik tanda sirosis misalkan asites, ikterik, palmar eritem, ensefalopati dan sebagainya. Kemudian dikonfirmasi dengan pemeriksaan derajat fibrosis. Bisa dengan pemeriksaan lab, radiologis (USG, CT-scan, MRI), fibroscan, atau bila perlu biopsi hati.

Bagaimana pengobatan sirosis hati?

Pengobatan utama adalah menghentikan penyebab sirosis hati. Misalkan penderita hepatitis B atau hepatitis C maka langkah utama adalah mengobati penyakit hepatitis tersebut. Kemudian penanganan nutrisi serta komplikasi yang sudah timbul. Misalnya melakukan endoskopi untuk varises esofagus, mengendalikan asites, memperbaiki gejala ensefalopati, dan lain sebagainya.

Apakah sirosis hati bisa sembuh?

Dahulu sirosis dikatakan tidak bisa sembuh. Namun sekarang ada bukti bahwa setelah penyebab sirosis diatasi, maka hati dapat pulih namun dengan batas-batas tertentu. Saat ini dengan adanya transplantasi hati, sirosis dapat disembuhkan dengan metode tersebut.

Apa saja komplikasi dari sirosis hati?

Secara garis besar terdapat komplikasi metabolik dan komplikasi akibat hipertensi portal. Komplikasi metabolik adalah hilangnya fungsi hati dalam mengolah limbah dan memproduksi protein. Efeknya seperti hipoalbumin, ensefalopati hepatikum, hipogonadisme, ikterik, dll. Kedua adalah efek hipertensi portal karena aliran darah sulit melewati hati. Efeknya adalah varises esofagus/gaster, asites, splenomegali, dll

Bagaimana tingkat harapan hidup penderita sirosis hati?

Secara umum sirosis dibagi dua yaitu penderita dengan fungsi hati yang masih ada atau sirosis terkompensasi dan sirosis dengan fungsi hati yang lebih buruk atau sirosis dekompensata. Pada sirosis terkompensasi, median survival > 12 tahun. Sedangkan pada sirosis dekompensata median survival ~ 1,6 tahun

Kesimpulan

Sirosis merupakan keadaan lanjut dari berbagai macam jenis penyakit hati kronis. Penanganan berfokus pada mengurangi aktivitas penyakit hati kronis yang mendasari serta menangani berbagai macam komplikasi yang disebabkan oleh sirosis. Terapi utama memang berupa transplantasi hati namun tidak semua pasien dapat dilakukan. Transplantasi hati sendiri saat ini sudah ada di Indonesia seperti di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo di Jakarta.

Sumber

  1. Fukui H, Saito H, Ueno Y, Uto H, Obara K, Sakaida I, et al. Evidence-based clinical practice guidelines for liver cirrhosis 2015. J Gastroenterol. 2016 Jul;51(7):629–50.
  2. Garcia-Tsao G, Lim JK, Lim J, Members of Veterans Affairs Hepatitis C Resource Center Program. Management and treatment of patients with cirrhosis and portal hypertension: recommendations from the Department of Veterans Affairs Hepatitis C Resource Center Program and the National Hepatitis C Program. Am J Gastroenterol. 2009 Jul;104(7):1802–29.
  3. Schuppan D, Afdhal NH. Liver cirrhosis. Lancet. 2008 Mar 8;371(9615):838–51.
Exit mobile version